Banyak orang beranggapan bahwa memiliki riwayat transaksi sama saja seperti memiliki bisnis. Stigma tersebut merupakan stigma yang keliru. Dalam realitanya, transaksi hanya merupakan salah satu bagian dari ekosistem bisnis.
Transaksi semata umumnya dilakukan oleh pedagang untuk mengukur banyaknya hasil penjualan yang dapat diperolehnya. Semakin banyak transaksi, maka semakin banyak keuntungan yang diperolehnya. Jika hari ini sang pedagang berhasil memperoleh 30 kali transaksi, maka keesokan harinya ia berharap mendapatkan transaksi yang lebih besar lagi. Kemudian, pertanyaan yang muncul adalah apakah keesokan harinya pedagang tersebut memulai kembali transaksi tersebut dari nol? Semoga pada tahap ini pembaca mulai terpicu apa perbedaan antara transaksi dan bisnis.
Dalam bisnis terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
- Produk
- Transaksi
- Customer
Produk
Produk merupakan hal yang paling dasar dalam transaksi. Produk sendiri dapat berupa barang maupun jasa. Sebagai seorang pengusaha atau pebisnis, produk harus memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan kompetitor. Keunggulan tersebut dapat berupa kualitas, kuantitas, diferensiasi, pelayanan, dan lain sebagainya. Diferensiasi tidak hanya terpaku pada diferensiasi harga, tetapi diferensiasi dapat dibagi menjadi diferensiasi kualitas, distribusi, pelayanan, dan hal-hal yang sifatnya sulit diimitasi oleh kompetitor.
Seorang pebisnis tentunya harus mampu mengelompokkan produk-produk berdasarkan kategorinya masing-masing. Sebagai contoh, pengusaha restoran mengelompokkan produk-produknya sebagai berikut:
Kategori → Produk
- Hidangan pembuka → Lumpia, Otak-Otak, Risol
- HIdangan utama → Nasi Goreng, Nasi Bakar, Mie Goreng
- Hidangan penutup → Puding, Ice Cream, Fruit Pie
- Minuman → Es Teh, Es Jeruk, Jus Jambu
Selain pengelompokan berdasarkan kategori, pengusaha dapat mengkondisikan hal tersebut kepada hal yang lebih rinci sub-kategori sebagai berikut:
Kategori → Sub-kategori → Produk
Hidangan utama → Nasi Goreng → Nasi Goreng Original, Nasi Goreng Gila
Tujuan dari pengelompokkan ini adalah agar pengusaha mampu menganalisa produk apa saja yang merupakan “best seller”, yang perlu ditingkatkan kualitasnya, atau yang harus dikeluarkan dari menu karena tidak sesuai dengan selera target pasar.
Transaksi
Transaksi merupakan hal yang telah berlaku sejak dulu sampai sekarang. Tepatnya, dari zaman barter hingga beralih ke era digital seperti sekarang ini. Pada dasarnya, seorang pedagang hanya berfokus pada “kuantitas” transaksi saja, sedangkan seorang pengusaha menitikberatkan pada “kualitas”. Lantas apa perbedaan antara “kualitas” dan “kuantitas” dalam transaksi? Untuk mengetahui perbedaan antara kedua hal tersebut, diibaratkan seperti ini:
Hari ini pedagang mendapatkan 30 kali transaksi dan keesokan harinya berharap mendapatkan 50 kali transaksi, maka pedagang akan memulai transaksi tersebut dari 0. Berbeda halnya dengan seorang pengusaha. Ketika seorang pengusaha telah memiliki 30 kali transaksi pada hari ini, keesokkan harinya mereka tidak perlu memulai transaksi tersebut dari 0. Bagaimana caranya?
Berbagai cara yang bisa dilakukan oleh seorang pengusaha, yaitu mencatat, mengolah, dan menganalisa transaksi-transaksi tersebut. Hal ini bertujuan untuk memperoleh insight yang bermanfaat bagi perkembangan usahanya.
Analisa transaksi yang umumnya dilakukan seorang pengusaha antara lain mengukur keempat hal berikut.
1. Average Selling Price
Average Selling Price (ASP) merupakan rata-rata harga jual per produk. Untuk menghitung ASP, total pendapatan (total revenue) yang diperoleh dibagi dengan jumlah total unit produk yang terjual (total unit sold).

Contoh:
Pak Angga merupakan penjual sepatu di Kota Bandung. Dalam satu bulan, Pak Angga memperoleh revenue sebesar Rp10.000.000,00 atas 50 pasang sepatu yang terjual, maka rata-rata harga jual per sepatu sebesar Rp200.000,00.
2. Average Basket Size
Average Basket Size (ABS) merupakan rata-rata jumlah produk yang dibelanjakan oleh customer per transaksi. Untuk menghitung ABS, total unit produk (total unit sold) yang terjual dibagi dengan total transaksi (total order transactions) yang biasanya diukur menggunakan jumlah invoice.

Contoh:
Selain memiliki 50 pasang sepatu yang terjual dalam satu bulan, Pak Angga memiliki 40 kali transaksi sukses berdasarkan invoice yang dikeluarkan. Berdasarkan formula ABS diatas, maka ABS bisnis Pak Angga sebesar 1.25 produk terjual per transaksi. Artinya rata-rata pembelian customer berkisar antara 1-2 pasang sepatu per transaksi.
3. Average Order Value
Average Order Value (AOV) merupakan rata-rata revenue per transaksi. Untuk menghitung AOV, total pendapatan (total revenue) dibagi dengan total transaksi (total order).

Contoh:
Berdasarkan case study Pak Angga sebelumnya, revenue yang diperoleh sebesar Rp10.000.000,00 dengan total 40 kali transaksi, maka AOV bisnis Pak Angga sebesar Rp250.000,00. Artinya rata-rata customer melakukan pemesanan sebesar Rp250.000,00. Pendekatan ini merupakan customer-centric, berbeda dengan ASP yang menekankan pada product-centric.
4. Average Order Frequency
Average Order Frequency(AOF) merupakan rata-rata transaksi yang dilakukan per customer. Untuk menghitung AOF, total transaksi (total order) dibagi dengan total pelanggan (total customers) selama periode yang sama.

Contoh:
Pada case study Pak Angga diatas, dari 40 kali transaksi dalam satu bulan tersebut dikontribusi dari 30 orang customer. Sesuai dengan formula AOF diatas, maka AOF bisnis Pak Angga dalam bulan tersebut sebesar 1.33 kali per customer. Artinya, rata-rata frekuensi pemesanan customer berkisar 1-2 kali pemesanan dalam satu bulan.
Dari keempat faktor diatas, tentu memudahkan seorang pengusaha untuk melakukan analisa terhadap produk yang ditawarkannya. Dua kunci bisnis yang telah kita bahas yaitu Produk dan Transaksi, faktor kunci selanjutnya yang melengkapi kedua faktor tersebut adalah Customer.
Customer
Customer merupakan inti dalam proses transaksi. Dikatakan demikian karena customer memiliki dampak besar terhadap persaingan di pasar. Kurang maksimal jika produk yang ditawarkan memiliki kualitas yang sangat bagus, tetapi tidak mampu bersaing dalam pasar. Perlu diketahui bahwa konsumen (consumer) dan customer merupakan hal yang berbeda. Consumer identik dengan individu atau ritel, sedangkan Customer sendiri tidak hanya terikat pada individu atau ritel. Namun, dapat berupa agen, distributor, reseller, dan lain-lain. Oleh karena itu, sebagai seorang pengusaha atau pebisnis harus mengetahui terlebih dahulu siapakah target pasar kita. Apakah target pasar merupakan consumer atau customer?
Jika sudah mengetahuinya, pengusaha dapat melakukan identifikasi secara mendalam. Identifikasi dapat dilakukan dengan konsep segmentasi yang mana terdiri dari 4 faktor, yaitu:
- Geografi : Domisili, Cuaca dan Iklim, Populasi
- Demografi : Usia, Jenis Kelamin, Etnis, Pendidikan, Agama, Status Sosial
- Psikografi : Sikap, Ideologi, Gaya Hidup, Kepribadian
- Perilaku : Kebiasaan, Loyalitas Produk, Frekuensi Pembelian
Keempat faktor tersebut memudahkan pengusaha dalam memperoleh customer database. Namun, faktor-faktor diatas harus disesuaikan kepada bisnis dan produk masing-masing. Customer database inilah yang nantinya mampu meningkatkan usaha atau bisnis karena memiliki dampak yang kuat. Dampak kuat yang dimaksud adalah strategi dapat berjalan tepat sasaran dan memperoleh loyal customer yang menyebarkan informasi mengenai merek kepada orang sekitar. Alhasil, pengusaha tidak perlu melakukan transaksi dari awal kembali. Hal tersebut menunjukkan adanya “kualitas” yang dilakukan oleh seorang pengusaha atau pebisnis.
Dari hal-hal yang telah disampaikan, semoga artikel ini dapat menjawab stigma masyarakat yang mengatakan bahwa adanya transaksi otomatis membuat kita memiliki suatu bisnis.
Sumber:
Andrian Permana. (2020, January 23). Inilah 5 Perbedaan Pedagang dan Pengusaha. Retrieved from SEO Anak Sholeh website: https://seoanaksholeh.com/perbedaan-pedagang-dan-pengusaha/
Zahra, A. (2021, August 6). Sama-Sama Berwirausaha, Ini 5 Perbedaan Pedagang dan Pengusaha. Retrieved from IDN Times website: https://www.idntimes.com/business/economy/ainal-zahra-1/sama-sama-berwirausaha-ini-5-perbedaan-pedagang-dan-pengusaha/5